LIPUTAN-MALUT.com
NEWS TICKER

Bahaya Reklamasi, Di Pesisir Pantai Kota Ternate

Selasa, 7 Januari 2025 | 6:36 am
Reporter:
Posted by: LIPUTAN MALUT
Dibaca: 170

Oleh : Muhammad Iksan Baskara Hi. Abdullah 

Hiruk pikuk pembangunan infrastruktur, sudah menjadi perlombaan untuk setiap pemerintah yang silih berganti di Maluku Utara. Kota Ternate merupakan salah satu wilayah yang berupaya membangun proyek reklamasi pantai. Hal ini dilakukan atas dasar perluasan wilayah karena kepadatan penduduk, akibat dari urbanisasi yang masif terjadi di era sekarang. 

Dalam catatan sejarah, pembangunan reklamasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate, mulai dari tahun 2000 di Kelurahan Gamalama dan beberapa tempat lainya. Sampai sekarang Pemkot Ternate, selalu menciptakan ide tentang reklamasi yang akan dibangun di beberapa kelurahan, sesuai dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ternate.

Dilansir dari (Halmaheranesia.com 18/12/2024), Proyek reklamasi di beberapa wilayah, seperti Kelurahan Fitu, Gambesi, Sasa, Jambula, dan Kastela akan dilanjutkan tahun depan, diperkuat dengan statement yang dikeluarkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Ternate Rizal Marsaoly, bahwa revisi RTRW akan menjadi prioritas Pemkot Ternate.

Mestinya pembangunan reklamasi harus mengikuti proses dan kajian secara akademis karena akan berdampak pada manusia, hewan, dan alam. Contoh kongkrit yang sudah terjadi di beberapa tahun belakangan, seperti, di Kelurahan Mangga Dua. Belum lagi Pulau Ternate dengan luas wilayah 111.80 km (BPS Kota Ternate, 27/07/2016), masih tergolong pulau kecil, sesuai dengan Undang-undang negara.

Upaya pembangunan reklamasi pantai yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota Ternate, berpotensi akan menciptakan ketidakseimbangan hukum alam. Manusia, hewan, dan alam mempunyai hubungan yang erat dalam pusat rantai makanan. Ini menandakan bahwa siklus perputaran kehidupan memiliki korelasi antar satu sama lain. Untuk itu tidak semestinya, menciptakan kerusakan yang akan berdampak besar terhadap masyarakat dan alam sekitar. 

Reklamasi ancaman masyarakat

Pembangunan reklamasi sangat berdampak terhadap masyarakat yang hidup di pesisir pantai, karena selain menghancurkan ekologi baik di darat maupun di laut, juga akan menimbulkan musibah alam seperti pasang surut air yang hinggap di perumahan masyarakat. Keluarahan Mangga Dua menjadi saksi bisu tergenangnya air dalam setiap aktivitas mereka, ketika banjir rob itu terjadi. 

Dilansir dari (Kabar Pulau 15/11/2021), Rumah warga yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove tenggelam saat air pasang. Rumah warga di Lingkungan Parton Kelurahan Mangga Dua dan Lingkungan Kelapa Pendek alami banjir rob berulangkali selama sebulan. Setiap air pasang mereka harus menyelamatkan barangnya agar tidak terendam air laut.

Kehidupan manusia dengan alam saling melengkapi. Hal ini dapat dilihat pada fenomena yang menimpa masyarakat Mangga Dua yang terdampak banjir rob, berangkat dari penebangan mangrove secara sembarangan berakibat sangat fatal pada kehidupan sosial masyarakat. Benteng pelindung yang paling ampuh adalah penggunaan hutan mangrove dari ancaman abrasi air laut. 

Hutan mangrove sebagai benteng antara batas darat dan laut di pesisir itu punya manfaat besar secara ekologi dan ekonomi. Hilangnya mangrove Karena ditebang berarti melepaskan kandungan karbon dari dalam substrat mangrove ke udara. Pelepasan karbon ke atmosfer ini berkontribusi pada pemanasan global (Riaupagi. Com 27/10/2020). 

Sebelum di reklamasi, setiap pantai yang ada di Pulau Ternate, telah menciptakan keharmonisan antara masyarakat, baik itu anak-anak yang sering bercengkerama dengan alam dan laut maupun ibu-ibu yang selalu memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat mata pencaharian, kini telah hilang dan musnah di telan kejahatan kepentingan kekuasaan dan pembangunan infrastruktur di kota.

Masyarakat yang bergantung hidup pada kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) laut, akan semakin sulit bertahan hidup, karena untuk menangkap ikan, harus pergi jauh dari permukaan darat, itu semua disebabkan oleh tempat hinggapnya ikan telah dihancurkan dengan pembangunan reklamasi. 

Hal serupa tidak hanya berdampak pada kehidupan masyarakat yang ada di wilayah Pulau Ternate, tapi berimplikasi juga terhadap pulau-pulau kecil yang ada di sekitaran, karena akan terjadinya abrasi, akibat dari penimbunan air laut secara masif.

Dalam jurnal “Reklamasi, Resiko, dan Ketimpangan Kota: Genangan, Abrasi dan Dampak Sosial di Jawa Tengah” (11/09/2021), menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun, akibat dari reklamasi terjadinya abrasi yang sangat cepat, sampai pada taraf 3 kilometer sepanjang garis pantai 17 kilometer.

Hal ini menandakan bahwa reklamasi akan menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup manusia, baik itu di Pulau Ternate maupun yang ada pulau-pulau kecil, seperti Maitara, Tidore dan Hiri. 

Kepunahan hewan akibat reklamasi 

Dewasa ini, reklamasi tidak hanya menjadi ancaman terhadap kehidupan sosial masyarakat. Tapi, hewan juga memiliki dampak yang sangat serius. Daerah pesisir Pulau Ternate, mulai dari Kelurahan Kota Baru sampai Bastiong ditumbuhi dengan hutan mangrove, sebagai banteng dari hamparan air laut untuk masyarakat dan hewan sebagai tempat hinggap dan mencari makan. 

Setiap pagi dan petang burung sueko putih atau kuntul besar (ardea alba) dan spesies burung lainya hinggap di atas pohon mangrove, suara gemericik bergema di telinga masyarakat. Tapi sekarang, tidak lagi terdengar, akibat dari penebangan mangrove dan pembangunan reklamasi yang menghancurkan alam. 

Dilansir dari (Kabar Pulau 15/11/2021), burung sueko seringkali hinggap dan mencari makan di pohon mangrove yang ada di Mangga Dua Kota Ternate Selatan, namun sekarang burung-burung itu tergusur dan berpindah entah ke mana.

Hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat fital bagi keberlangsungan masyarakat dan juga hewan. Untuk itu, penebangan pohon mangrove secara sembarangan dan penimbunan pesisir pantai tidak harus dilakukan secara masif.

Hewan lain yang terbiasa hidup di hutan mangrove juga akan musnah, karena tempat mereka hinggap dan mencari makan telah ditebang dan ditimbun. Bukan hanya kerusakan yang ada di darat yang berakibat pada tergusurnya hewan yang ada di darat. Tapi, berdampak juga pada kehancuran ekologi yang ada di laut, seperti terumbu karang yang sudah menjadi tempat hidup hewan akuatik (hewan yang hidup di laut) akan dimusnahkan oleh proyek reklamasi.

Selain dari tempat hinggapnya ikan, terumbu karang juga merupakan ekologi yang perlu dilestarikan dan dijaga, karena hal itu merupakan suatu etika dan tata karma yang perlu dipraktekkan oleh khalifah di muka bumi. Tidak hanya itu, terumbu karang juga bisa dijadikan tempat wisata karena memiliki keanekargaman yang sangat indah dan estetik.

Kebobrokan pemerintah Kota Ternate

Dalam berbagai macam pengkajian, baik itu akademik, sosial, antropologi, ekonomi, dan budaya, reklamasi memiliki dampak positif dan negatif. Tapi, pemerintah seolah tidak memperdulikan akan dampak negatif yang akan terjadi, baik itu terhadap masyarakat dan hewan. Demikianlah pemerintah yang hanya mementingan kepentingan ekonomi negara.

Harusnya pemerintah hadir sebagai pelindung masyarakat, sesuai dengan amanah konstitusi negara dan Pancasila yang berupaya mengayomi serta melindungi masyarakat dari penindasan dan ketidakadilan. Tapi hal ini seolah berbanding terbalik, karena realitasnya akan dilanjutkan pembangunan reklamasi di beberapa lokasi yang sudah menjadi target. 

Dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Telah menjelaskan bahwa negara bertanggung jawab atas pengelolaan perairan dan pulau-pulau kecil, sehingga dapat digunakan untuk kemakmuran masyarakat. 

Logika kekuasaan hari ini, sangat rutin dalam pembangunan infrastruktur sebagai instrument agar bisa menghasilkan pendapatan ekonomi negara. Hal ini, berlaku juga dengan pembangunan reklamasi yang di Kota Ternate, semata-mata atas dasar kepentingan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak pada kehidupan sosial manusia. 

Dalam jurnal “Kerusakan Ekosistem Pesisir: Reklamasi Wilayah Jawaban nya?” (14/3/24) Ton Dietz menganalisis perkembangan lingkungan hidup dan perkembangan, yakni eco developmentalism atau gerakan lingkungan yang dilakukan demi keberlangsungan pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan reklamasi pantai akan terus dibangun oleh Pemerintah Kota Ternate. Apakah ini akan menjadi peluang atau bahkan ancaman terhadap masyarakat? Ini akan menjadi tanda tanya besar bagi publik dan PR bagi pemerintah agar dapat melakukan suatu hal yang berdampak positif terhadap masyarakat dan alam sekitar.  

Pendapatan negara atau daerah seolah menjadi dogma bagi pemerintah hari ini, olehnya itu pembangunan infrastruktur selalu diprioritaskan, tanpa melihat kebutuhan yang penting bagi kemakmuran masyarakat. Terlepas dari itu kursi empuk kekuasaan, seperti hantu yang telah menusuk jantung dan hati orang yang berkuasa, sehingga etika lingkungan yang harusnya dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari pun tidak dihiraukan lagi. (**)

Berita Lainnya