LIPUTAN-MALUT.com
NEWS TICKER

Terkait Kasus Bank BPRS Saruma, IACN Menilai Alasan Kejari Halsel Tunggu Keterangan Ahli Hanya Akal-akalan

Rabu, 29 Januari 2025 | 3:56 pm
Reporter: Ivanpers
Posted by: LIPUTAN MALUT
Dibaca: 192

Oleh : Igrissa Majid, Direktur Indonesia Anti-Corruption Network.

Pertama : Skandal ini sudah masuk tahap penyidikan. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dan kapan pihak Kejaksaan Negeri Halsel dapat menetapkan status sebagai tersangka kepada para pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi.? 

Kemudian, penyidik menyebutkan bahwa pihak manajemen BPRS sudah mengembalikan nilai kerugian miliaran rupiah. Justru, atas perbuatan pelaku yang menimbulkan kerugian harus ditelusuri dari mana sumber keuangan pengembalian berasal, dan bagaimana pola atau manajemen pengelolaan keuangan sehingga dapat menimbulkan kerugian.? 

Inilah pertanyaan dasar sehingga dalam kebutuhan penyidikan penyidik dapat mengungkapkan seterang-terangnya. Hanya saja, lagi-lagi pada kenyataannya Kejaksaan Negeri Halsel sejauh ini tidak menetapkan tersangka. 

Padahal, dalam konteks mekanisme penetapan tersangka terhadap pelaku suatu tindak pidana acuannya sudah jelas sebagaimana dalam KUHAP, baik keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan keterangan Terdakwa.

Sementara, alasan Kejaksaan Negeri Halsel bahwa menunggu Keterangan Ahli dapat diduga hanyalah akal-akalan, bagaimana mungkin skandal korupsi miliaran rupiah yang sudah ada hasil auditnya, dan para saksi sudah diperiksa lantas tidak kunjung menetapkan tersangka. 

Secara hukum, pengetahuan mengenai standar penetapan tersangka sudah sangat umum, Kejaksaan Negeri Halsel tidak boleh mengelak dengan cara-cara yang tidak wajar. Kalau alasan menunggu keterangan ahli justru terkesan sekadar mempermainkan hukum. 

Kedua: Dalam keterangan penyidik, bahwa kasus BPRS bukanlah tindak pidana perbankan, melainkan murni tindak pidana korupsi sebagaimana disampaikan oleh Kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Halsel Ardhan R. Prawira, pada Oktober 2024 lalu.

Menanggapi ini, IACN menyampaikan bahwa fakta atas kerugian ini harus dilihat dalam dua perspektif sekaligus, yakni tindak pidana korupsi dan tindak pidana perbankan, di mana tindak pidana korupsi karena ada kerugian negara dan tindak pidana perbankan karena ada tindakan kriminal yang memenuhi unsur-unsur dalam Undang-Undang Perbankan.

Kami berpendapat bahwa jika hanya pasal berkaitan tindak pidana korupsi, maka dapat diduga kuat bagaimana akhir dari skandal ini. Dugaan ini selaras dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Meski pasal tersebut menegaskan tidak dapat menghapus pertanggung jawaban pidana, tetapi dalam penjelasannya menyatakan pengembalian kerugian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.

Sehingga, jika pasal pidana perbankan juga turut disertakan atau digunakan oleh kejaksaan, maka sebaliknya akan memberatkan kepada pelaku, baik pemegang saham maupun pihak-pihak internal BPRS yang diduga terlibat.

Sebagai penegak hukum, Kejaksaan Negeri Halsel harus melihat bahwa temuan dalam hasil audit itu berkaitan dengan tindak pidana perbankan yang berkaitan kegiatan usaha, tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan pihak terafiliasi, dan tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan pemegang saham.

Kejaksaan tidak hanya dapat melihat satu fakta saja, bahwa perbuatan yang menimbulkan kerugian itu lantaran ada keterlibatan pemerintah daerah, lantas tergolong tindak pidana korupsi semata. Akan tetapi, ada dugaan kejahatan lain di balik aktivitas perbankan yang dapat dilakukan pihak-pihak di dalamnya, sehingga dalam penentuan norma, unsur-unsur dalam tindak pidana perbankan juga dimasukkan.

Kejaksaan Negeri Halsel harus mencermati dengan detail bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku termasuk dalam ruang lingkup tindak pidana perbankan yang mencakup crimes for banking, criminal banking, atau crimes against banking, sehingga bukan hanya satu jenis undang-undang saja.

Oleh karena itu, wajar saja jika sebagai bagian dari publik, kami menduga ada langkah yang sengaja di-design untuk menutupi kejahatan. Kasus ini harus dilihat dengan kacamata yang lebih kritis, bahwa Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan semacam mengurungkan niat untuk menjerat para pelaku.

Satu hal lagi yang perlu kami sampaikan, bahwa Kejaksaan saat ini, secara nasional, mendapat predikat sebagai lembaga penegak yang sangat dipercayai publik, karena itu kami meminta Kejaksaan Negeri Halsel tidak merusak marwah lembaga dan citra insan adhyaksa hanya karena tidak berani untuk menetapkan siapa saja pelaku yang terlibat dalam skandal ini. (*)

Berita Lainnya

error: Content is protected !!