TERNATE,Liputan-Malut.com- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku Utara (Malut) telah menerima laporan dari kuasa hukum Calon Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik yang melaporkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Pendidikan dan Kebidayaan (Dikbud) Malut, atas dugaan tidak netral pada perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Kabupaten Halmahera Selatan.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku Utara, Muksin Amrin saat dikonfirmasi wartawan di kantor Bawaslu, Rabu (26/8/2020) membenarkan laporan tersebut. Namun menurut Muksin, belum dapat menilai keabsahan dokumen bakal calon kepala daerah karena belum saatnya. Sebab, proses pendaftaran kandidat pasangan calon pada 4 – 6 September oleh KPU.
“Dalam peraturan KPU Nomor 1 tentang syarat pencalonan terbagi dua yakni syarat pencalonan dan kedua syarat calon. Syarat pencalonan itu berkaitan dengan dukungan partai politik, sedangkan syarat calon berkaitan dengan dokumen pendukung lainya. Dalam kategori dokumen pendukung lain itu salah satunya adalah ijazah, keterangan pengadilan dan sebagainya, “ujar Muksin
Terkait polemik beberapa akhir kemarin ini, Bawaslu sudah secara resmi mendapat laporan dari kuasa hukum tim bakal calon Usman Sidiki, yang telah melaporkan maka Bawaslu akan membawa ke rapat pleno hari uni sesuai yang direncanakan untuk memutuskan laporan ini akan ditindaklanjuti atau tidak.
“Laporannya lebih mengarah ke soal etika ASN dan materinya berkaitan dengan surat keterangan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) yang mengeluarkan surat dan kemudian ada pencabutan. Namun, kami belum bisa mengomentari dari aspek yang dilanggar seperti apa, nanti setelah pleno, tetapi dalam UU Nomor 5 tahun 2014, terkait dengan etika, pengaturnya tentang ASN yang tidak boleh ditekan dan tidak boleh berpihak manapun dan ini yang akan dibahas Bawaslu dari aspek UU Nomor 5 tahun 2016, apakah melanggar atau tidak.
“Bawaslu harus sampaikan dalam ketentuan pasal 180 Undang– Undang Nomor 10 tahun 2016 menyebutkan, setiap orang karena jabatannya untuk menghalangi-halangi orang untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota, akan dipidanakan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 8 tahun. Sanksinya memang paling berat, karena dia menghalangi-halangi orang untuk mendaftar. Soal urusan keabsahan dokumen itu sah atau tidak, itu ada lembaga lain yang berkompetensi untuk menilai yakni pengadilan. Institusi semacam KPU dan lainnya tidak bisa menilai dokumen itu sah atau tidak sah. Saya jelaskan tentang prinsip peraturannya, bukan menjelaskan prinsip yang fenomena sekarang, sehingga bisa dikaitkan dengan fenomena sekarang,”tegas Muksin
Muksin mengaku hal seperti ini perlu disampaikan agar institusi yang berkewenangan mengeluarkan keterangan terkait syarat calon, baik SKCK, keterangan pengadilan, legalisir ijazah harus memahami. Sebab, kalau tidak dikeluarkan, dengan tidak ada alasan tertentu maka bisa bertentangan dengan pasal 180 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 karena ini adalah syarat calon.
“Saya contohkan, ketika ada PNS dan mencalonkan diri sebagai kepala daerah, lalu kemudian instansi tersebut tidak mau memproses pengunduran dirinya, itu konteksnya menghalangi orang dan bisa dikenakan pidana. Itulah makanya besok kami akan menilai soal surat yang beredar di Dikbud, sebab yang dilaporkan adalah kadis dan sekretaris,” katanya.
Bawaslu akan menilai dari aspek itu. Apakan yang bersangkutan melanggar ketentuan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN atau sebaliknya UU Nomor 10 pasal 180 tentang menghalangi-halangi orang dan ini yang harus kami beritahukan publik. Sebab, anggapan Bawaslu untuk Pilkada kali ini adalah pilkada yang demokratis, sehingga diharapakan institusi yang dianggap netral itu tidak boleh bermain soal pilkada. Sehingga pilkada benar-benar demokratis, tidak sama dengan pilkada sebelumnya.
“Jadi, hari ini laporannya akan di plenokan dan apabila laporannya dilanjutkan maka kami akan memanggil pihak-pihak yang dilaporkan,” pungkasnya (Red)