TERNATE,Liputan-Malut.com- Sebagai pendidik saya merasa ibah dengan pernyataan Dr. Sidik Dero Siokna, M.Pd. Kasilah tanggapan yang bijak sesuai dengan UU. Bukan malah mengeluarkan statemen yang membuat malu Forum Rektor Maluku Utara,” Ujar salah satu Dosen ISDIK dalam rilis yang dikirim ke redaksi Liputanmalut Jumat, (31/05/2024).
“kan kapasitas bapak sebagai Rektor ISDIK. Klarifikasi saya pada Haji Sidik di media Liputanmalut.com tanggal 30 Mei 2024 Haji Sidik berkata: “semua dosen ISDIK mengajar dibayar oleh Negara dengan istilah Sertifikasi Dosen besaran gaji PNS per bulan, sesuai dengan golongan/fungsionalnya, melalui media ini saya sampaikan bahwa kembalilah kejalan yang benar, Pernyataan Rektor STKIP atau sekarang berubah menjadi Institut Sains dan Kependidikan (ISDIK) Kie Raha di atas membodohi teman-teman dosen yang ada di lingkup ISDIK,”Tegasnya.
Ditegaskan, perlu rektor ketahui bahwa yang namanya Sertifikasi Dosen merupakan pemberian sertifikat pendidik untuk dosen oleh negara melalui Kementrian. Dengan demikian, tujuan Serdos ialah untuk menilai profesionalisme dosen guna menentukan kelayakan dosen dalam melaksanakan tugas, serta melindungi profesi dosen sebagai agen pembelajaran di Perguruan Tinggi. Serta meningkatkan proses dan hasil pendidikan.
Olehnya itu sudah pasti secara umum nilai tunjangan serdos adalah satu kali dari gaji pokok. Dosen dengan gaji pokok misalnya Rp 3 juta maka berhak memperoleh tunjangan serdos sebesar Rp 3 juta juga. Nah rektor keliru atau pura-pura keliru, Dr. Sidik Siokona, M.Pd taulah bahwa sertifikasi dosen (Serdos) itu bukan gaji pokok. Gaji pokok itu sendiri adalah gaji yang diberikan oleh ISDIK kepada dosen (PTS), karena sertifikasi ialah apresiasi Negara kepada dosen karena profesionalismenya,”Cecarnya.
Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 51 tahun 2017 Tentang Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen. Dalam pasal 9 dijelaskan bahwa, dosen yang telah memiliki sertfikat pendidik berhak memperoleh tunjangan profesi dosen sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam pasal 10, ayat (1) Biaya penyelenggaraan sertifikasi dosen dan tunjangan profesi dosen untuk dosen tetap Perguruan Tinggi di lingkungan Kementrian di bebankan kepada anggaran Kementrian,”Tandasnya.
“Nah jelas pak rektor bahwa serdos adalah tunjangan profesi dan itu kewajiban negara. Kewajiban STKIP atau sekarang ISDIK ialah membayar gaji dosen tukang bangunan saja digaji kok dosen tidak digaji? Logikanya masa ISDIK suruh negara bayar gaji dosen? Sertifikasi dan gaji itu dua hal yang berbeda. Sertifikasi dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 51 tahun 2017 Tentang Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen itu tunjangan profesi. Sedangkan terminology gaji saya pakai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karena rektor ISDIK bidang keilmuannya adalah bahasa Indonesia, gaji adalah “sejumlah uang yang dibayar dalam waktu tetap kepada pekerja artinya, gaji merupakan kompensasi dari perusahaan kepada pekerja dalam kurun waktu yang sama”. Pernyataan itu bukan keluar dari saya, catat itu.
Secara Yuridis bapak melawan negara. Coba buka lagi undang-undang Cipta Kerja. Pasal 93 Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha wajib membayar upah paling lama satu bulan sekali dan paling lambat dan tujuh hari setelah jatuh tempo. Jika perusahaan membayar gaji karyawan telat, maka perusahaan tersebut dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku”Nah ini bukan satu bulan atau tujuh bulan lagi tapi tiga tahun, nauzubillahmindaliq.
ada juga pernyataan Haji Siddik bahwa: “Tidak mengajar saya hentikan gaji sertifikasinya karena uang negara, yayasan bayar jika kelebihan uang operasional kampus, sedangkan dosen-dosen dibayar oleh negara. Saya kasi sangsi, tidak kasi jadwal mengajar semester ini dan sudah melapor ke LLDIKTI WIL XII di Ambon. Semester depan tidak akan dibayar lagi gaji sertifikasi dari pemerintah”. Pak haji orang tuntut hak karena mengajar, jang kase putar bale kata-kata. Sebagai penganut Islam saya mengajak kepada Dr. Sidik Siokona untuk melakukan sumpah dengan saya di Mesjid Almunawar. Biar kita lihat kebenaran mencari jalannya sendiri. Pertanyaannya siapa yang tidak mengajar? Dosen atau rektor sendiri, Pa haji lupa bahwa tahun-tahun sebelumnya Anda (rektor) tidak mengajar tapi tetap saja melapor Serdos. Padahal rektor sendiri tauh bahwa beliau makan uang Negara padahal lalai dalam melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi. Apa itu bukan melanggar aturan dan Hukum agama. Nah pernyataan saya kasi sangsi, tidak kasi jadwal mengajar ini sifatnya kriminalisasi hak dosen.
Kenapa karena beberapa orang dosen yang tidak diberikan jadwal pada semester genap dapat melaporkan BKD serdosnya untuk semester ganjil 2023-2024 kemarin dan itu diterima alias serdosnya cair (oleh LLDIKTI Wilayah XII diakui alias tidak tabrak aturan). Nah kalau Haji Sidik bilang semester ini (genap) tidak diberikan jadwal mengajar karena tidak mengajar itu pernyataan sesaat, kenapa saya bilang sesat karena bukan dosen tidak mengajar (lalai dalam Tridarma) tapi kebijakan sepihak rektor untuk tidak kasi jadwal. Kan semester ini dosen bersangkutan belum mengajar, loh kok bilang tidak mengajar.
Sekali lagi dari lubuk hati yang paling dalam pak rektor ini hak dosen, saya tidak bicarakan hanya enam orang dosen. Tapi berkisar delapan puluan dosen dan pegawai yang ada di ISDIK yang terbebani dengan sikap bapak. Pergi tidak pulang dan selalui mencari alibi untuk mengelabui para dosen. Dosen-dosen punya anak dan istri yang harus mereka biayai, apapun itu pernyataan bapak tidak bisa dibenarkan biar sekecil tai kuku pun.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman, artinya: “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Qur’an surat An Nisa ayat 29). Sekali lagi kembalilah kejalan yang benar dan bayarlah gaji karyawan sebelum suar keringatnya kering. Ini perintah hadits (agama) ini bukan hanya kering tapi tarada kua. Sekali lagi rektor jangan lari dari tanggung jawab karena akhirat adalah mahkama yang sebenarnya,” (Maun).