Oleh : Abdullah Idris (Penggiat : Serikat Pemuda Kerakyatan SPK Haltim
Pendidikan sebagai tolak ukur dan cerminan keberpihakan Negara terhadap kedaulatan bangsa, serta upaya menciptaan karakter anak bangsa yang merdeka. Sebagimana tertuang dalam pembukaan UUD, dengan tegas Negara menetapkan sebagai fondasi upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Sayangnya setelah 75 tahun Indonesia merdeka, pasca jatuhnya Rezim Kekuasaan Orde Lama yang dipimpin Sukarno, dan dimulainya Rezim Orde Baru dibawah pimpinan Suharto, orientasi Pendidikan nasional mengarah pada pendidikan beOrientasi Pasar.
Pasca Rezim otoritarianisme Orde baru berkuasa yang ditandai dengan Gerakan Reformasi 1998 yang di motori oleh anak muda merupakan pintu masuk untuk merubah sistem otoritarianisme menjadi sistem negara yang demokratis, hal tersebut juga tidak dapat membawa dampak baik bagi Nasib pendidikan nasional hari ini, sampai pada Rezim Jokowi Jilid II sekarang ini. Misi Pendidikan yang mestinya diwarisi oleh pejuang kemerdekaan adalah menuju bangsa yang beradab, maju dan benar – benar merdeka kini seakan menjadi mimpi di siang bolong oleh rakyat indonesia.
Rezim Kekuasaan Jokowi-Ma’aruf yang hampir kurang lebih 2 tahun berdiri diatas penderitaan rakyat indonesia hari ini, masih saja terus berupaya memberi ruang bagi pemodal untuk mengeksploitasi sumberdaya Nasional melalui OMNIBUS LAW-RUU Cipta Kerja, Rezim yang menjual Jargon Nawacita diperiode pertama sebagai acuan kebijakan untuk mewujudkan Kedaulatan Negara, Kemandirian Ekonomi, Berkribadian Kebudayaan. Serta Kebijakan Pendidikan yang berorientasi pada komitmen mewujudkan Pendidikan sebagai upaya menciptakan karakter anak Bangsa. Tapi jika ditelusuri lebih jauh, ternyata orientasi Pendidikan nasional kita masih terlihat menyimpang dari cita-cita, sehingga kebijakan pendidikan mengarah pada orientasi pasar yang kapitalistik.
Sektor Pendidikan sebagai basis Pembangunan Ideologi Negara, Bangsa dalam upaya untuk mewujudkan Kedaulatan Bangsa justru mengalamii Liberalisasi-Privatisasi. Oleh karena kampus sebagai sarana Pendidikan untuk menciptakan sumberdaya manusia dengan prinsip memanusiakan manusia, justru diarahkan menjadi Individualis, yang diteken oleh pemodal pada pemerintah dan DPR dalam setiap rancangan Regulasi dan Kurikulum pendidikan sehingga orientasi kurikulum tersebut hanya menempatkan mahasiswa sebagai pekerja murah, sekaligus komoditi.
Sejak presiden Jokowi diperiode pertama meneruskan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dan paket kebijakan ekonomi Jokowi yang merupakan Program Ekonomi Global telah mengisyaratkan, bahwa orientasi pendidikan yang seharusnya mencerminkan basis kerakyatan, kini terbalik menjadi Liberal, sehingga berdampak pada semakin mahal biaya pendidikan serta menciptakan suasanan pendidikan yang demokratis menjadi korporatis.
Pendidikan kapitalisme dengan corak keahlian teknis tentunya membawa dampak pada kualitas Pendidikan Indonesia. Misalnya Anak didik hanya diukur dari keahlian membaca dan menghitung. Sehingga Fokus Pendidikan hanya berpaku pada hasil akhir nilai anak didik bukan pada proses pembelajaran, serta hampir tidak diberikan ruang bagi anak didik untuk memahami dan mengeksplorasi diri pada keadaan masyarakat secara kritis dan konstruktif.
Imbas dari itu bisa dilihat dari standar kualitas Pendidikan Indonesia, kualitas Pendidikan Indonesia masuk dalam kategori paling rendah, Ini tentunya menjadi prestasi buruk bagi pemerintah karena ketidakmampuan pemerintah untuk membangun mutu Pendidikan yang lebih baik, padalah penyediaan Kualitas Pendidikan yang baik adalah kunci menciptakan generasi unggul dan berkualitas.
Represif Terhadap Gerakan Mahasiswa merupakan upaya pemerintah untuk membungkam Demokrasi kampus. Sehingga Kebebasan berpendapat di muka umum baik lisan dan tulisan serta kebebasan untuk berorganisasi yang menjadi hak setiap Warga Negara harus diakui, dijamin dan dipenuhi oleh Negara kini mendapat tekanan oleh TNI-POLRI.
Sebagai Negara Hukum konstitusi telah mengatur jaminan kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan didalam UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, Pasal 28 UUD 1945 secara tegas menyebutkan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”. Tetapi apa yang terjadi belakangan ini jauh dari orientasi negara Demokrasi sehingg masih saja terjadi tindakan represif negara melalui TNI-POLRI terhadap gerakan Mahasiswa maupun elemen Demokrasi lainnya di Indonesia,
Kegalauan dunia pendidikan hari ini memang harus disikapi secara kritis oleh seluruh elemen rakyat, sehingga upaya untuk membangun Dunia Pendidikan yang kreatif dan konstruktif bisa terwujud. Sebab hari ini yang dibutuhkan Indonesia adalah Pendidikan yang berdasar pada kedaulatan rakyat dengan sifat emansipatoris, hal tersebut bisa dilakukan jika Negara berani melawan intervensi agen Ekonomi Global.
#TOLAK OMNIBUSLAW. RUU cipta Kerja
#Wujudkan pendidikan yang Merdeka dan Demokratis. (Red)