JAKARTA,Liputan-Malut.com- Keluhan terkait pencemaran lingkungan limbah B3 alias cyanida dan mercury dari masyarakat dan telah diakui oleh pengusaha emas di tambang Kusubibi. Namun, hingga saat ini terkesan dibiarkan oleh aparat penegak hukum.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang PTKP PB HMI, Ramadhan R. Reubun kepada Redaksi Liputan Malut, Jumat (26/12/2020) via telepon seluler mengatakan, soal bahan berbahaya ini sudah ada larangan dalam undang-undang nomor 11 tahun 2017 tentang pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Mercury) yang disahkan di Jakarta 20 September 2O17, ditanda tangani oleh Presiden, Joko Widodo.
“Manfaat mengesahkan konvensi Minamata bagi Indonesia, antara adalah memberikan dasar hukum bagi negara untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk menjamin lingkungan hidup yang bersih dan sehat kepada rakyat Indonesia, memberikan rasa aman dan menjaga kesehatan serta melindungi sumber daya manusia generasi yang akan datang akibat dampak negatif merkuri, memperkuat pengendalian pengadaan, distribusi, peredaran, perdagangan merkuri dan senyawa merkuri, menjamin kepastian berusaha di sektor industri, kesehatan, pertambangan emas skala kecil dan energi,”tandasnya
Lanjut Ramadhan, Undang-undang itu juga mendorong sektor industri untuk tidak menggunakan merkuri sebagai bahan baku dan bahan penolong dalam proses produksi, membatasi penggunaan merkuri sebagai bahan tambahan pada produk serta mengendalikan emisi merkuri, mendorong sektor kesehatan untuk tidak menggunakan lagi merkuri di peralatan kesehatan dan produk untuk kesehatan, meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan untuk membantu atau menolong masyarakat yang terkena dampak akibat merkuri, mendorong PESK tidak menggunakan merkuri dalam kegiatannya, mendorong sektor energi untuk mengurangi lepasan merkuri ke udara, air dan tanah.
“Itu semua dilakukan oleh Presiden atau Pemerintah sebagai upaya pengendalian emisi merkuri dan penghapusan merkuri pada kegiatan sektor industri dan kegiatan PESK di Indonesia, meningkatkan kerja sama global untuk pertukaran informasi dalam penelitian dan pengembangan, terutama pengganti merkuri pada proses industri dan PESK guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,”tambah Ramadhan
Masih menurut Ramadhan, kendati dalam undang-undang nomor 11 tahun 2017 tentang pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Mercury) sudah sangat jelas. Namun, para pengusaha emas umumnya dan khususnya pengusaha di Kusubibi masih sengaja mengabaikan undang-undang tersebut, parahnya lagi penegak hukum ada indikasi melakukan pembiaran terhadap pengusaha yang menggunakan bahan kimia berbahaya seperti cyanida dan merkury.
“Di Tambang Rakyat Kusubibi itu warga sudah mengeluh, pengusaha emas sudah mengakui pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah dan sampai kelaut tetapi Polres Halsel dinilai tidak mau tegakkan aturan tertinggi di Negara ini dan terkesan hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa terhadap puluhan pengusaha. Jadi, saya mendesak kepada Kapolda Malut, mencopot Kapolres, AKBP. Muhammad Irvan, S.Ik dan Wakapolres, Kompol Ademy dan menggantikan mereka dengan orang yang mampu menegakkan aturan di Negara bukan atas dasar suka, kenal dan kemudian di amankan,”pinta Ramadhan (tim)