HALSEL,Liputan-Malut.com- Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara di Halmahera Selatan dan Kepolisian Resort (Polres) Halmahera Selatan (Halsel) diminta jangan diam atas tindakan pemilik pangkalan kayu olahan atau suplayer yang diduga telah menjual ribuan kayu tanpa dokumen Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu (SKSHHK).
Ketua Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Satu Indonesia (SOMASI) Jakarta, Irwan Abd Hamid melalui rilish nya yah dikirim kepada Redaksi Liputan Malut, Kamis (19/09/2024) kemarin menjelaskan ilegal logging adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang merupakan bentuk ancaman faktual karena tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
“Semakin maraknya penebangan liar akan membuat hutan semakin gundul, hal ini tentu akan menjadi pemicu terjadinya banjir besar dan juga banjir bandang. karena sedikitnya pohon yang terdapat dihutan tidak akan mampu menyerap air hujan. Sehingga saat hujan datang, air akan meluap karena tidak bisa diserap oleh akar pohon,”tandasnya
Lanjut Irwan mengatakan, pemerintah melalui Unit Pelaksana Teknik Dinas UPTD Dinas Kehutanan Provinsi yang di tempatkan di Halmahera Selatan (Halsel) harus melakukan pengawasan terhadap kegiatan illegal logging tersebut karena kegiatan ini dapat memberikan dampak yang sangat merugikan bagi kehidupan terkhusus bagi lingkungan, seperti banjir, longsor, yang berpotensi menimbulkan kerusakan material.
“Praktek manipulasi kayu hasil penebangan liar disebabkan oleh tingginya nilai komersial kayu olahan dari jenis-jenis kayu yang berasal dari kawasan hutan akibat tingginya permintaan konsumen terhadap jenis-jenis kayu tersebut. Kemudian, lemahnya pengawasan membuat pelaku usaha leluasa menjual kayu tanpa dokumen, karena itu pemerintah harus mampu membenahi agar kegiatan illegal logging tidak terjadi, sejalan dengan hasil,”tambah Irwan
Selain Dinas tekhnis, Aparat penegak hukum (APH) yakni kepolisian Resort (Polres) Halmahera Selatan harus mengambil tindakan tegas karena kejahatan Illegal Logging merupakan tindak pidana khusus yang dalam kategori hukum pidana yang perbuatannya khusus, yaitu untuk delik-delik kehutanan yang menyangkut pengelolaan hasil hutan.
“Dalam Pasal 16 UU 18/2013 ditegaskan bahwa setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”ujar Irwan
Didalam Pasal 37 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 12 huruf e UU 18/2013 kata Irwan, setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan.
“Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan tersebut, tidak hanya pada pelaku usaha sebagai suplayer tapi termasuk bagi seorang pengemudi/sopir yang melakukan kegiatan ataupun aktivitas pengangkutan hasil hutan kayu tanpa memiliki surat keterangan sahnya hasil hutan, diatur dalam Pasal 37 angka 13 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 83 ayat (1) huruf b UU 18/2013,”jelas Irwan
Irwan mendesak kepada Polres Halmahera Selatan akan menyelidiki dokumen puluhan penjual kayu olahan atau suplayer di Halmahera Selatan yang selama ini telah menjual kayu tanpa dokumen itu.
“Dalam Pasal 12 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Berdasarkan ketentuan di atas, perbuatan seorang yang mengangkut hasil hutan tanpa surat keterangan sahnya hasil hutan harus di proses Hukum,”ujar Irwan mengakhiri (Red)