LIPUTAN-MALUT.com
NEWS TICKER

Soal Kasus Bank BPRS Saruma, Kejari Halsel “Takut” Tetapkan Mantan Sekda, Kadis DPKAD & Kontaktor Sebagai Tersangka

Kamis, 6 Februari 2025 | 5:05 pm
Reporter: Ivanpers
Posted by: LIPUTAN MALUT
Dibaca: 193
Oplus_131072

TERNATE,Liputan-Malut.com- Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Selatan diduga kuat telah berkonspirasi dengan calon tersangka sehingga sampai hari ini lembaga  Negara yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan tidak berani memperjelas status Mantan Sekda Saiful Turuy, eks Kepala BPKAD Aswin Adam dan kontraktor Leny, dalam skandal dugaan korupsi pinjaman anggaran Rp.15 miliar Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Saruma, Halmahera Selatan tak kunjung ada tersangka.

“Kejari Halsel harus mengungkapkan peran dan status Saiful Turuy sebagai Sekda dan Aswin Adam sebagai kadis keuangan yang diduga ikut berperan dalam persoalan ini. Apakah memang itu terkait dengan kewenangannya sebagai representasi Pemda untuk membantu penyaluran keuangan masyarakat, ataukah secara personal bersama-sama bersekongkol dengan pihak nasabah dan pihak manajemen internal perbankan demi keuntungan pribadi,” ujar Direktur Indonesia Anti-Corruption Network, Igrissa Majid belum lama ini

Menurutnya, penting diketahui publik tentang peran ketiga orang ini. Sebab kata dia, mustahil anggaran itu bisa dicairkan tanpa melalui persetujuan Saiful dan Aswin sebagai perwakilan Pemkab Halsel saat itu. “Kejaksaan diharapkan benar-benar serius menangani skandal korupsi ini tanpa pandang bulu hanya karena hubungan kekerabatan atau lainnya,”tambah igrissa

Di sisi lain, Kejari Halsel sejauh ini juga tidak berani mengungkapkan dengan jelas tujuan peruntukan anggaran Rp.15 miliar yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait bagaimana prosedur pengembalian temuan tersebut.

“Harus di pastikan kerugian itu sesuai dengan jumlah pinjaman atau sudah mencakup jumlah bunga berdasarkan ketentuan perbankan syariah, mengingat portofolio BPRS Saruma tunduk pada ketentuan Bank Syariah. Di satu sisi, bagaimana dengan ketentuan yang diatur dalam batas maksimum penyaluran dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah,”ujar Igrissa

Masih menurut iggrisa, ketentuan ini berdasarkan regulasi, sehingga harus diperiksa secara komprehensif oleh BPK. Namun kemudian ini sudah menjadi temuan dan prosedur pengembaliannya tidak jelas, maka Kejari Halsel perlu melihat bahwa nilai kerugian tersebut tidak sebatas pada nilai nyata dan pasti yang telah dikembalikan, melainkan seluruh potensi kerugian negara yang timbul juga harus dicermati. Potensi itu mencakup seluruh kerugian akibat perbuatan melawan hukum, baik secara disengaja dan karena akibat kelalaian.

“sangat aneh, anggaran Rp.15 miliar dipinjam melalui kontraktor yang bernama Leny, dipergunakan untuk apa tiba-tiba sudah ada temuan merugikan negara puluhan miliar dan diminta melakukan pengembalian,” kata Igrissa.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti prosedur pengembalian yang dilakukan oleh seorang rekanan kontraktor Farid Abae. Karena menurut informasinya, pengembalian ini dilakukan dengan jaminan aset milik Leny diambil alih oleh Farid Abae, yang sudah membayar temuan Rp10 miliar karena dianggap Leny tidak mampu mengembalikan lagi.

“Besar kemungkinan konsekuensinya juga mengarah kepada dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Karena nilai temuan tadi sudah digunakan untuk keperluan atau kebutuhan tertentu. Artinya sudah menguntungkan bagi pelaku, sehingga memungkinkan ada dugaan terhadap asal-usul harta atau aset baik bergerak maupun tidak bergerak milik pelaku yang bersumber dari hasil tindak pidana. Dari nilai temuan itu tentu penggunaannya sudah menguntungkan kepada semua pihak yang diperiksa BPK, sehingga tidak secara otomatis menghilangkan pertanggungjawaban pidana dan tidak boleh menghentikan proses penyidikan” sambungnya.

Lembaga Adhyaksa ini diharapkan harus berani mengungkapkan kendala dalam penyidikan sehingga kasus ini menemui titik terang. Dengan petunjuk awalnya sudah jelas, ada sajian temuan BPK yang mengarah kepada penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan mekanisme BPK selama melakukan proses pemeriksaan menguji kepatuhan pihak-pihak terkait terhadap peraturan perundang-undangan. Jika harus menunggu keterangan ahli, bisa diduga Kejari Halsel berupaya untuk menunda kasus ini. Karena itu, sebaiknya Kejari segera tetapkan tersangka, dan terkait keterangan bisa dilakukan di pengadilan.

“Tugas Kejari Halsel adalah menelusuri ke mana saja uang itu mengalir selama proses penyidikan. Inilah tantangan bagi Kejari Halsel, sejauh mana komitmen penegakan hukum yang dilakukan, apakah akan mendadak dihentikan ataukah tetap berlanjut,” cetus Igrissa.

Ia menyebut, pengakuan Kejari Halsel bahwa temuan itu merupakan tindak pidana korupsi, maka tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai tindak pidana asal. Pengakuan itu pun mengindikasikan bahwa Kejari Halsel memahami betul alur dari kasus ini.

“Mengapa disebut tindak pidana asal, karena ada perbuatan yang dilarang oleh peraturan terkait perbankan, terutama berkaitan dengan perbankan syariah,” katanya

“Terpenting ada langkah dari penyidik untuk melakukan follow the money, ke mana saja aliran uang yang digunakan. Mengapa follow the money harus dilakukan, karena hasil dari suatu kejahatan berupa harta kekayaan merupakan titik terlemah dari rantai kejahatan itu sendiri. Sehingga, apabila bagi penyidik sulit mengungkapkan siapa aktor atas kejahatan ini, maka perlu diatasi dengan penelusuran harta kekayaan,”ujarnya

Masih menurut Igrissa, perlu digarisbawahi bahwa sebagai follow up crime (tindak pidana lanjutan), Kejari tidak mesti atau wajib membuktikan predicate crime (tindak pidana asal) terlebih dahulu dalam kepentingan penyidikan. Karena itu, tidak perlu menunggu hingga predicate crime-nya terbukti untuk memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 69 UU TPPU sudah detail menjelaskan hal itu. Apalagi zaman sekarang, sangat mudah hasil dari suatu tindak pidana dihilangkan, sehingga penyidik harus segera melakukan penelusuran.

Karena itu, mengapa anti pencucian uang harus digunakan karena penyidik dapat menghubungkan antara kejahatan dengan aktor intelektualnya, dapat melakukan asset recovery, dapat menembus kerahasiaan bank, dan dapat menjerat pihak-pihak yang diduga turut terlibat yang telah menyembunyikan hasil kejahatan di balik skandal korupsi BPRS Saruma ini.

“Kalau Kejari Halsel secara kelembagaan tidak terkooptasi dengan hal-hal di luar dugaan publik, maka kami pastikan kasus ini tidak membutuhkan waktu lama untuk diselesaikan karena justru sangat mudah, terlebih menyangkut dengan penetapan tersangka karena itu jgan takut. Mengapa saya bilang ini mudah, karena sudah jelas siapa saja yang mengorkestrasi semua ini. Apalagi sudah muncul pengakuan bahwa ada seseorang, entah apa kapasitasnya, berani meng-cover semua kerugian dari hasil audit BPK. Apa memang begitu mekanisme pengembalian kerugian negara,” pungkasnya (tim)

Berita Lainnya

error: Content is protected !!