LIPUTAN-MALUT.com
NEWS TICKER

Kasus Dugaan Politik Uang Mariane Priska Tajibu Naik Status ke Penyidikan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 1:33 pm
Reporter: Willy Parton
Posted by: LIPUTAN MALUT
Dibaca: 29

HALUT, Liputan-Malut.com – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Halmahera Utara (Halut) melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), telah meningkatkan status hukum pelanggaran pemilu anggota DPRD terpilih periode 2024/2029 dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mariane Priska Tajibu dari penyelidikan ke penyidikan.

Status hukum ini di tingkatkan setelah sentra Gakkumdu menggelar rapat di ruang VIP Dean Caffe yang berlangsung, Selasa (22/10/2024) malam.

“dari hasil rapat Gakkumdu tadi, kasus Priska Tadjibu sudah naik status ke tahap penyidikan,” ujar Ketua Bawaslu Halut Ahmad Idris, Rabu (23/10/2024) kemarin.

Diketahui kasus yang ditangani Bawaslu tersebut semula karena anggota DPRD terpilih Mariane Priska Tadjibu diduga melakukan pelanggaran UU Pilkada dengan memberikan bantuan materi kepada warga. Hanya saja dalam dokumentasi bukti yang dikantongi terlihat ada gestur yang memberikan pesan secara langsung untuk mendukung paslon SMART dengan nomor urut 2.

“Kami juga berdasarkan hasil rapat, karena putusannya sudah final naik ke penyidikan, sebab telah memenuhi unsur. Jadi Gakkumdu sementara melakukan langkah-langkah penanganan dalam penyidikan kasus.”katanya

Disentil terkait sanksi pelanggar, Ahmad mengatakan bahwa bedasarkan UU no 10 tahun 2016 pada Pasal 187 A  ayat  (1) menegaskan bahwa Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (Willy)

Berita Lainnya