HALUT, Liputan-Malut.com – Gerakan mahasiswa pemerhati sosial (Gamhas), Rabu (25/09/2024) melakukan aksi unjuk rasa terkait masalah pedagang kaki lima (PKL) yang ada di pasar moderen Desa Gosoma Kecamatan Tobelo dan juga pasar baru wosia di Desa Wosia Kecamatan Tobelo Tengah kabuapten Halmahera Utara, yang sangat berdampak terhadap masyarakat.
Aksi masa dengan koordinator Stevan W. Cino membawa Pamflet yang bertuliskan PKL menderita Pemda Tutup Mata.Pemda berjanji sama Tobelo yang dilanda abu Gunung.Rindu Mantan pung Janji Rindu Pemda pung Janji. Liat kita saja Soalnya manis dari pada DPRD pung janji manis. Begitupun 1 buah spanduk besar yang bertuliskan Pemda dan DPRD Halut Segera Tuntaskan Masalah PKL di Pasar Wosia dan Modern.
Dalam aksinya berdasarkan dengan isi selebaran bahwa terlebih khususnya di Kota Tobelo terjadi masalah besar dialami oleh Pedagang Kaki Lama (PKL) yang sebagian, besar rakyat tidak mengetahuinya. Berdasarkan hasil Investigasi yang dilakukan oleh Gamhas masalah yang kami temukan adalah fasilitas pasar yang disediakan di Pemerintah Kabupaten Halmahera pengaturan tidak memadai (terlalu kecil) sehingga tidak mampu menampung PKL untuk berjualan. Padahal pengadaan fasilitas PKL sudah diatur dalam Undang- undang No 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah. Selain hal itu, ada juga masalah yakni tetang pasar yang dibangun tidak masuk pada wilayah strategis (tepat) sehingga pelanggan di Pasar Wosia sangatlah minim (sedikit). Masalah itu menjadi pemicu PKL tidak berjualan di pasar yang telah disediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara. Sementara dalam Pasal 13 ayat (1) memberi kesempatan dalam bentuk lokasi yang wajar PKL dan juga dalam Perpres dan Permen, peraturan presiden No 125 tahun 2012 tentang kordinasi penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL). Karena fasilitas yang tidak baik, PKL berinisiatif untuk membangun sendiri tenda-tenda kecil di dalam lokasi pasar tanpa dipungut biaya. Sementara itu, terdapat rako yang dibuat oleh Pemda Halut dengan pajak yang berbeda yaitu berjumlah Rp.2.000.000,- (dus juta rupiah) – Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) pertahun. Ini adalah pembodohan Pemda Halut terhadap rakyatnya sendiri.
Selain masalah di Pasar Wosia, terdapat juga masalah di Pasar Modern yang kami temukan lewat investigasi bahwa pajak yang diberlakukan oleh pihak pasar terhadap PKI. sangatlah mahal yakni ditinjau dari jumlah komoditi (barang dagangan) yang dijual oleh PKL, jumlah pajak bervariasi (bermacam-macam) dilihat dari posisi tempat jualan. Untuk tempat jualan yang berada di depan, setiap harinya membayar pajak Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) Rp. 60.000,- (enam puluh ribu rupiah). Untuk posisi di bagian belakang, pajaknya dalam sehari Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah), Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa PKL, mereka menyampaikan keluhannya bahwa seringkali pendapatan dalam sehari tidak cukup membayar untuk pajak. Ada juga yang menyampaikan bahwa mereka tidak berjualan dengan alasan terdapat anggota keluarga yang sedang sakit atau mengalami duka sehingga tidak berjualan tapi pajak tetap berjalan. Memang benar bahwa Pasar Modern adalah milik swasta dengan nama sahamnya Sinar Mas, namun pemberlakuan pajak harus dikontrol oleh Pemda Halut lewat penerapan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pajak agar pihak Pasar Modern tidak membebankan pajak yang begitu tinggi. Berbicara tentang PKL telah diatur dalam Peraturan pemerintah No 39 tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial pasal 22 ayat (2) pemberdayaan sosial terhadap kelompok pedagang kaki lima, ini seharusnya di perhatikan oleh Pemerintah Daerah.
Masalah tersebut sudah didorong oleh Gamhas Sektor Halut semenjak tahun 2021 namun tidak pernah ditindaklanjuti Pemda. Selain berbagai masalah yang suda dijelaskan diatas, baru-baru ini di Pasar Modern marak kasus pencurian barang dagang PKL, ini membuktikan gagalnya tugas yang dijalankan oleh keamanan yang ada di Pasar Modern. Dari berbagai permasalah diatas yang dialami oleh PKL yang ada di pasar Wosia dan Pasar Modern.
Dalam aksi ini, massa juga menyampaikan beberapa poin tuntutan yakni berikan fasilitas yang layak bagi PKL di pasar Wosia, Mempercepat proses pembuangan gedung di pasar Wosia. Disperindag harus lebih jelih melihat penataan pasar di kota Tobelo, Pemda dan DPRD segera menerapkan Perda tentang pajak do pasar modern, dan Pemda segera copot Kadia Disperindag.
Sementara itu, di kantor Bupati, aksi mahasiswa kemudian mendapatkan tanggapan dan kemudian dilakukan heering yang dihadiri langsung Asisten III Bidang Perekonomian dan Pembangunan Samud Taha, SP,M.Si, Kepala Bidang Perdagangan Taufik Biskali, Kabid Penangan Konflik Kesbangpol Ronal Djawali dan para massa aksi.
Asisten III Bidang Perekonomian dan Pembangunan Samud Taha, SP,M.Si menyebutkan bahwa pihaknya sangat menghargai aspirasi yang disampaikan terkait dengan masalah PKL. Dimana untuk pasar wosia pemerintah daerah telah menyepakati dan kerja sama dengan negara Polandia sehingga kedepan pasar tersebut akan menjadi pasar tradisional dan akan menjadi contoh. Sementara untuk pasar modern adalah pasar swasta merupakan bagian dari pemerintah tentu akan dikoordinasi sehingga dapat terselesaikan apabila ada masalah yang terjadi, dan akan di tidaklanjuti permasalahan yang terjadi di pasar tersebut.
“apa yang sudah ditulis dan disampaikan oleh saudara-saudara masa aksi kami akan sampaikan kepada pimpinan kami untuk menyelesaikan permasalahan ini,” kelasnya.
Stevan W. Cino berharap pemerintah daerah segera memperhatikan dan tanggap terhadap persoalan ini. Selain itu Pemerintah Daerah tidak memperhatikan pasar tersebut sehingga banyak masyarakat pedagang kaki lima membangun di emper jalan yang dapat menganggu ketertiban lalulintas, dan apabila disenggol oleh kendaran tidak diminta ganti rugi.
“Kami berharap pemerintah daerah segera membuat program mengenai pembangunan di pasar wosia. Untuk PKL yang ada diwosia biaya sewa terlalu besar tidak sesuai dengan pendapatan hasil yang ada karena masyarakat yang berjualan di pasar wosia kebanyak ekonomi yang rendah dibawa rata-rata. Serta kurangnya kontrol pemerintah daerah kepada pasar-pasar pedagang kaki lima,” jelasnya.
Begitupun saat aksi di kantor DPRD, Ketua DPRD Halut Janlis Gehenua Kitong bahwa terkait dengan pasar itu merupakan kewajiban dari bagian Komisi II DPRD kabupaten halmahera Utara.
“Terkait dengan persoalan-persoalan ini sudah di tindaklanjuti oleh DPRD Kabupaten Halmahera Utara dan sudah dilakukan pemanggilan terhadap instansi terkait,” jelasnya.
Selain itu, DPRD juga akan menindaklanjuti terkait Persoalan ini dan akan melakukan pemanggilan terhadap instansi terkait yakni Disperindag guna menyikapi persoalan ini. (Willy)