HALSEL,Liputan-Malut.com- Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama Bank BRI diduga kuat membohongi masyarakat dan berujung pada laporan ke Pengadilan Negeri.
Laporan warga terdampak gempa itu dipercayakan kepada beberapa pengacara untuk menggugat Pemerintah Daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Cabang Pembantu (KCP) Labuha ke Pengadilan Negeri Labuha, Halmahera Selatan baru-baru ini.
“Sebelumnya kami somasi pihak BRI KCP Labuha dan BPBD Halsel, tapi itikad baik kami tidak direspons dengan baik dan tidak sesuai yang diharapkan masyarakat maka kami harus ambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan perdata ke PN Labuha dengan delik perbuatan melawan hukum,”ujar Bambang Joisangadji mewakili penasehat warga terdampak gempa
Dia juga menyampaikan bahwa gugatan yang di masukan itu untuk tiga perkara perbuatan melawan hukum yang didaftarkan ke PN Labuha yakni, Perkara Nomor: 1 /Pdt.G.S/2021/PN.Lbh, Perkara Nomor: 2 /Pdt.G.S/2021/PN.Lbh, dan Perkara Nomor: 3 /Pdt.G.S/2021/PN.Lbh.
“Tiga perkara yang dimasukkan itu sudah dinyatakan lolos verifikasi maka pengadilan negeri Labuha telah menjadwalkan sidang perkara pertama pada Kamis, 22 April 2021 dan dilanjutkan dengan sidang kedua yang diagendakan Senin, 26 April 2021 mendatang,”tambah Bambang
Hasil investigasi Redaksi Liputan Malut dilokasi gempa baru-baru ini itu ditemukan berbagai keluhan warga dan juga beberapa bukti rekening warga penerima bantuan. Didalam buku rekening itu tertulis secara jelas uang warga korban gempa sudah masuk (Kredit) sebesar Rp 50.000.000 tanggal (08/08/2020), dua bulan kemudian pihak bank mentranfers (Debit) ke rekening pihak ketiga yakni PT. Jeras Bangun Persada sebesar Rp. 15.000.000 tanggal (07/10/2020).
Sementara di rekening warga yang lain uang baru masuk (kredit) sebesar Rp 50 juta tetapi belum ditransfer (debit) ke pihak ketiga, ada juga uang 50 juta itu belum masuk sama sekali ke rekening warga.
Menurut warga mereka baru menerima uang DTH sebesar Rp. 3.000.000, sementara anggaran Rp. 50.000.0000 itu yang warga terima baru sebesar Rp. 1.500.000 sisanya hingga kini belum ada kejelasan.
“Yang 1,5 juta itu serahkan oleh kepala desa Yomen kepada warga dengan alasan itu anggaran material batu, pasir dan semen untuk pembangunan fondasi rumah warga ukuran 6×6 cm. Jadi, uang itu diserahkan warga diminta tanda tangan sejumlah dokumen tetapi sebagian besar warga tidak tau apa isi dokumen yang mereka tanda tangan itu,”ujar salah satu tokoh masyarakat, Isran Brongkos kepada Redaksi Liputan Malut
Lanjut Isran, hampir semua warga Yomen mempertanyakan soal anggaran sisa itu karena semua rekening warga itu sudah ditarik oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halsel. “Kami warga bingung karena rekening BRI ditahan dan kalau warga mau cairkan untuk pembangunan rumah harus minta rekomendasi BPBD Halsel,”tambah Isran
Salah satu warga desa Selly, Taha kepada Redaksi Liputan Malut mengatakan, dia sangat heran karena rumahnya rusak berat tetapi masuk rusak ringan dan itupun hingga saat ini anggaran nya belum juga turun. “Torang ini rumah rusak berat tapi masuk rumah rusak ringan dan uang itu juga sudah 1 tahun ini dorang belum kasih,”ujarnya (Red)