HALSEL,Liputan-Malut.com- Kendati Kepala unit pelaksana teknis dinas (UPTD) KPU Halsel, Fahrizal Rahmadi telah menyampaikan klarifikasi terkait dugaan pembalakan liar kayu ilegal. Namun, klarifikasi tersebut mendapat koreksi dari Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuha, Rizky Septi Kurniadhi.
Rizky mengoreksi pernyataan Kepala KPH Halsel. Sebab, menurutnya tidak ada IIPHK, yang ada izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak pengusahaan hutan (HPH) adalah izin memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran hasil hutan kayu.
“IIPHK tidak ada dalam aturan yang dimaksud, jikalaupun ada apakah penebangan diikuti dengan pemeliharaan oleh masyarakat,”cetus Rizky melalui watshaap kepada Redaksi Liputan Malut
Rizky juga bertanya apakah hanya penebangan tanpa diikuti pemeliharaan. Padahal, undang-undang (UU) sudah jelas. “Apakah betul kayu yang diangkut sudah dilengkapi surat-surat pada saat pengangkutan karena bicara antara undang-undang pengrusakan hutan dengan izin usaha maka harus ada kejelasan,”pungkasnya
Masih menurut Rizky, dalam pasal 8 peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.46/Menlhk-Setjen/2015 menjelaskan bahwa (1) Kegiatan pemanfaatan hasil hutan dan penatausahaan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, meliputi: a. timber cruising, pembuatan peta pohon dan pembukaan wilayah hutan;
b. rencana kerja penebangan (RKT) atau pemanenan/rencana kerja pembukaan lahan;
c. penebangan atau pemanenan;
d.penandaan, pengukuran dan pengujian;
e. pengangkutan/peredaran;
f. pembuatan buku ukur;
g. pembuatan laporan hasil produksi; dan
h. penimbunan.
(2) Kegiatan pemenuhan kewajiban pembayaran PNBP. “Apakah di ketentuan ini pihak KPH sudah melaksanakan ataukah hanya berdalih sudah ada ijin usaha,”cecar Rizky
Menurut Rizky, pengangkutan KB (kayu bulat) atau kayu yang sudah dipotong-potong yang akan diolah pada industri yang berada di dalam areal IUPHHK sesuai dengan izin industri dari Pejabat yang berwenang, adalah sebagai berikut :
a.Seluruh KB yang siap diangkut harus sudah disahkan LHP-nya dan telah dilunasi PSDH dan atau DR-nya.
b.Seluruh KB yang akan diangkut dari TPK hutan ke lokasi industri terlebih dahulu diterbitkan SKSKB.
c. Pengangkutan KB tersebut pada butir b, dilakukan secara bertahap dengan disertai dokumen FA-KB yang merupakan bagian dari SKSKB tersebut.
d. Setiap FA-KB yang telah sampai di lokasi industri dimatikan dan dilakukan pemeriksaan fisik oleh P3KB sesuai prosedur yang berlaku.
e. Di TPK Industri, kumpulan FA-KB dicocokkan dengan SKSKB, dan selanjutnya SKSKB dimatikan oleh P3KB.
Lokasi TPK Industri harus terpisah dengan TPK Hutan (Pasal 15).
Kemudian, warna blanko FA-KB, FA-HHBK dan FA-KO dibedakan menurut :
a. Provinsi di Jawa dan Madura, Bali, NTB, NTT menggunakan warna dasar putih.
b. Provinsi di Sumatera menggunakan warna dasar kuning.
c. Provinsi di Kalimantan menggunakan warna dasar merah.
d. Provinsi di Sulawesi menggunakan warna dasar biru.
e. Provinsi di Maluku, Irian Jaya Barat dan Papua menggunakan warna dasar hijau.
(Pasal 50 ayat (2) Permenhut No. : P. 55/MENHUT-II/2006).
Masih menurut Rizky ketentuan Nomor Seri Blanko SKSKB, FA-KB, FA-HHBK dan FA-KO diatur sebagai berikut:
Penetapan nomor seri blanko dokumen SKSKB terdiri dari tujuh digit angka latin, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
Penetapan nomor seri blanko FA-KB terdiri dari inisial nama badan hukum pemohon diikuti satu huruf kapital dan enam digit nomor urut, dilaksanakan oleh Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan atas nama Direktur Jenderal, berdasarkan rekomendasi dari Dinas Provinsi.
Dalam ketentuan tersebut, penetapan nomor seri blanko FA-KO, terdiri dari inisial nama badan hukum pemohon diikuti empat digit kode kabupaten/kota, satu huruf kapital dan enam digit nomor urut, dilaksanakan oleh Dinas Provinsi.
penetapan nomor seri Blanko FA-KO dimaksud pada butir c hanya berlaku bagi industri primer yang mengolah KB/ KBK menjadi KO berupa kayu gergajian dan Tempat Penampungan Terdaftar.
Penetapan nomor seri blanko FA-HHBK terdiri dari inisial nama badan hukum pemohon diikuti empat digit kode kabupaten/kota, satu huruf kapital dan enam digit nomor urut, dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota. (Red)