LIPUTAN-MALUT.com
NEWS TICKER

Irwan Abd Hamid : Pungutan itu Melanggar UU 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor, Kadikbud Dan Kepsek Di Malut Diadukan Ke KPK

Kamis, 13 Februari 2025 | 6:23 am
Reporter: Ivanpers
Posted by: LIPUTAN MALUT
Dibaca: 382

HALSEL,Liputan-Malut.com- Provinsi Maluku Utara (Malut) masuk dalam kategori provinsi terkorup di Indonesia. Hal tersebut disampaikan dalam Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (22/1/2025) kemarin. 

Indikator yang diukur terkait Maluku Utara sebagai provinsi paling korup versi SPI KPK meliputi jual-beli jabatan, pengadaan barang/jasa, intervensi, dan gratifikasi atau pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas yang diberikan kepada seseorang karena layanan atau manfaat yang diperoleh, sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan. 

Terhadap penilaian Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024, kasus di SMAN 1 Halmahera Selatan masuk dalam kategori gratifikasi. Sebab, partisipasi dalam bentuk pemberian uang berdalih kesepakatan oleh Kepala Sekolah, Komite yang dipungut dari orang tua wali murid. 

Masalah pemberian uang atau partisipasi ini dikuatkan dengan adanya pernyataan tertulis dari salah satu pengawas sekolah, Aco Lambado yang mengatakan bahwa di Maluku Utara dan khusus di Halmahera Selatan itu hampir semua sekolah ada iuran partisipasi yang dibebankan kepada siswa berdasarkan kesepakatan pihak Komite dengan orang tua wali murid. 

“Di Maluku Utara ini hampir semua sekolah SD, SMP, SMA, SMK, ada iuran partisipasi komite sekolah/orangtua peserta didik sebagai kesepakatan seluruh orang tua murid melalui rapat komite sekolah. Di Halsel besar partisipasi rata- hanya 50 ribu rupiah. Beda dengan di kota Ternate bahkan 100-300 ribu rupiah,”tulis Aco Lambado salah satu pengawas sekolah SMAN di Kabupaten Halmahera Selatan di salah satu laman aku group facebook info Halsel, Rabu (12/02/2024) kemarin 

Koordinator SOMASI Jakarta, Irwan Abd Hamid mengatakan, kasus pungutan berdalih kesepakatan itu masuk dalam kategori gratifikasi maka pihaknya  siap mengadukan masalah tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Maluku Utara (Kadikbud Malut), Ramli Kamaluddin dan pihak-pihak terkait di SMA Negeri 1 Halmahera Selatan dan Kota Ternate. 

“Kami punya pengalaman untuk mengawal kasus korupsi karena itu masalah di Maluku Utara ini juga kami akan gelar aksi di KPK dan Kemendikbud Republik Indonesia untuk meminta Mendikbud, Abdul Mu’ti untuk turun tangan menindak praktik pungli yang merugikan siswa dan orang tua. Sebab, pungutan liar dalam dunia pendidikan dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi,”tegas Irwan

Lebih lanjut Irwan mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 12 huruf e: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. 

Selain itu, Pasal (11) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan karena kekuasaannya atau jabatannya, atau yang berhubungan dengan kekuasaannya atau jabatannya. “Jadi, skandal pungutan liar harus diberantas tak boleh tumbuh subur karen praktek-praktek tersebut bertentangan dengan konsep merdeka belajar,”tegas Irwan

Diketahui, berdasarkan data Dapodik Kemendikbud, SMA Negeri 1 Halmahera Selatan memiliki 1.017 siswa. Dengan dana BOS per siswa Rp 1.500.000, total dana BOS yang diterima sekolah mencapai Rp 1.525.500.000 tetapi masih dilakukan pungutan terhadap siswa-siswi. 

“Dana BOS di SMA 1 Halmahera Selatan begitu besar, tapi kami dapat laporan bahwa masih dilakukan pungutan kepada siswa-siswi untuk bayar partisipasi atau biasa disebut SPP sebesar Rp50.000-Rp100.000 yang dilakukan oleh komite sekolah. “Kami sudah menghitung pungutan ini dilakukan kepada seluruh siswa, per bulan Komite dan sekolah bisa mengumpulkan dana antara Rp 50.850.000 atau Rp 101.700.000. Kalau setahun, angka ini bisa mencapai Rp 610.200.000 hingga Rp 1.220.400.000,” pungkasnya (Red)

Berita Lainnya

error: Content is protected !!